Profil Desa Kalialang
Ketahui informasi secara rinci Desa Kalialang mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Kalialang, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, yang unggul dengan model pertanian terpadu. Mengupas sinergi antara budidaya padi dan peternakan sapi/kambing yang menciptakan ekonomi sirkular berkelanjutan dan menjadi potensi agrowisata edukatif.
-
Model Pertanian Terpadu
Dikenal luas dengan sistem integrasi tanaman-ternak (SITT), di mana pertanian padi dan peternakan sapi/kambing saling mendukung dalam sebuah siklus ekonomi yang efisien dan ramah lingkungan.
-
Pusat Peternakan Rakyat
Merupakan salah satu sentra peternakan rakyat yang signifikan di wilayahnya, yang menjadi pilar ekonomi penting selain sebagai penghasil padi.
-
Potensi Agrowisata Edukatif
Sistem pertanian terpadu yang telah berjalan sebagai kearifan lokal memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi agrowisata yang fokus pada edukasi pertanian berkelanjutan.

Di tengah kampanye global mengenai pertanian berkelanjutan dan ekonomi sirkular, sebuah desa di Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, telah lama mempraktikkannya sebagai kearifan lokal yang mengakar. Inilah Desa Kalialang, sebuah komunitas agraris yang berhasil menciptakan harmoni sempurna antara cangkul dan ternak, antara sawah dan kandang. Desa ini bukan sekadar penghasil padi, melainkan sebuah laboratorium hidup dari sistem pertanian terpadu, di mana tidak ada limbah yang terbuang sia-sia dan setiap elemen saling menopang untuk menciptakan siklus kemakmuran.
Desa Kalialang terhampar di atas lahan seluas 2,21 kilometer persegi. Menurut data kependudukan per Juni 2025, desa ini menjadi rumah bagi sekitar 3.120 jiwa, yang menghasilkan tingkat kepadatan penduduk 1.411 jiwa per kilometer persegi. Berada di bawah naungan kode pos 53381, Desa Kalialang menawarkan sebuah model pembangunan perdesaan yang inspiratif, di mana tradisi agraris berpadu dengan prinsip ekologi modern.
Sistem Pertanian Terpadu: Sinergi Sawah dan Kandang
Keunggulan dan identitas utama Desa Kalialang terletak pada penerapan sistem pertanian terpadu atau integrasi tanaman-ternak. Sebagian besar rumah tangga petani di desa ini tidak hanya mengolah sawah, tetapi juga memiliki usaha peternakan, terutama sapi potong dan kambing. Keduanya tidak dilihat sebagai dua usaha yang terpisah, melainkan sebagai satu kesatuan sistem produksi yang utuh.
Siklus harmoni ini berjalan sebagai berikut:
- Dari Sawah ke KandangSetelah panen padi, jerami yang melimpah tidak dibakar atau dibiarkan membusuk, melainkan diolah menjadi pakan ternak yang bernutrisi. Ini secara signifikan menekan biaya pakan, yang merupakan salah satu komponen termahal dalam usaha peternakan.
- Dari Kandang ke SawahKotoran ternak yang dihasilkan dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk kandang atau kompos berkualitas tinggi. Pupuk organik ini kemudian digunakan untuk menyuburkan kembali lahan sawah mereka. Praktik ini mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang mahal dan sering kali langka, sekaligus menjaga kesehatan dan kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Model ekonomi sirkular ini memberikan berbagai keuntungan. Secara ekonomi, petani mendapatkan dua sumber pendapatan (dari panen padi dan penjualan ternak) sambil menekan biaya produksi di kedua sisi. Secara ekologis, sistem ini sangat ramah lingkungan karena mampu meminimalkan limbah (zero waste). Keberhasilan sistem ini banyak dimotori oleh Kelompok Tani Ternak (KTT) yang aktif di desa, yang menjadi wadah berbagi pengetahuan dan inovasi antarpetani.
Lumbung Pangan dan Pusat Peternakan
Dengan adanya sistem terpadu, Desa Kalialang memiliki dua pilar ekonomi yang sama kuatnya. Sebagai lumbung pangan, lahan sawah di desa ini sangat produktif, didukung oleh sistem irigasi yang cukup baik dan penggunaan pupuk organik yang berkelanjutan. Desa ini secara konsisten menyumbang surplus beras untuk kebutuhan regional.
Sebagai pusat peternakan, Desa Kalialang dikenal sebagai salah satu pemasok sapi dan kambing di pasar hewan Purbalingga. Hampir setiap rumah memiliki kandang di belakang atau samping rumahnya. Aktivitas ngarit
(mencari rumput) dan merawat ternak menjadi pemandangan sehari-hari yang menyatu dengan aktivitas bertani. Usaha peternakan ini sering kali menjadi "tabungan" bagi para petani, yang akan dijual saat ada kebutuhan besar seperti biaya pendidikan anak, renovasi rumah, atau hajatan.
"Di sini, sawah itu untuk makan sehari-hari, ternak itu untuk sekolah anak-anak. Keduanya tidak bisa dipisah, saling bantu," ujar seorang petani, meringkas filosofi ekonomi keluarganya.
Dari "Kali Alang" ke Lumbung Hijau: Sejarah dan Identitas Lokal
Nama "Kalialang" diyakini berasal dari gabungan kata "Kali" (sungai) dan "Alang-alang" (Imperata cylindrica), sejenis rumput liar yang tumbuh subur. Nama ini secara historis menggambarkan kondisi geografis desa di masa lampau yang kemungkinan besar merupakan padang rumput di dekat aliran sungai—sebuah habitat yang ideal untuk beternak dan menggembala. Sangat menarik bagaimana nama historis ini tetap sangat relevan dengan identitas desa saat ini sebagai pusat peternakan.
Evolusi dari padang alang-alang menjadi lumbung padi yang hijau menunjukkan kerja keras dan keuletan para leluhur dalam membuka dan mengolah lahan. Namun mereka tidak sepenuhnya meninggalkan identitas "penggembala". Alih-alih menggembala di padang, mereka membawa ternak ke dalam sistem produksi sawah mereka. Identitas warga Kalialang adalah sebagai petani sekaligus peternak yang ulet, pekerja keras, dan mampu melihat keterkaitan antara berbagai elemen alam.
Tata Kelola dan Visi Agrowisata Masa Depan
Pemerintah Desa Kalialang memainkan peran penting sebagai fasilitator dan pendorong model pertanian terpadu ini. Dukungan diwujudkan dalam bentuk pembinaan kelompok tani ternak, fasilitasi pelatihan pembuatan kompos yang lebih modern, serta menghubungkan petani dengan pasar atau program-program dari dinas pertanian dan peternakan.
Melihat keunikan dan keberhasilan sistem yang ada, Desa Kalialang memiliki potensi besar yang belum tergarap maksimal: agrowisata edukatif. Desa ini dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata minat khusus bagi pelajar, mahasiswa, atau masyarakat umum yang ingin belajar secara langsung tentang praktik pertanian berkelanjutan. Pengunjung dapat melihat siklus dari jerami menjadi pakan, kotoran menjadi pupuk, dan bagaimana keduanya meningkatkan produktivitas.
"Visi kami ke depan adalah menjadikan Kalialang tidak hanya sebagai desa produsen, tetapi juga sebagai desa percontohan dan pusat pembelajaran. Kami ingin orang datang ke sini untuk belajar bagaimana bertani dan beternak secara harmonis dengan alam," ungkap seorang aparat desa. Visi ini membuka peluang ekonomi baru di sektor jasa dan pariwisata tanpa harus mengorbankan basis ekonomi utama mereka.
Kearifan Lokal sebagai Jawaban Masa Depan
Desa Kalialang memberikan sebuah pelajaran penting bahwa solusi untuk tantangan pertanian modern—seperti degradasi tanah, biaya produksi yang tinggi, dan isu lingkungan—terkadang dapat ditemukan dalam kearifan lokal yang telah dipraktikkan selama bertahun-tahun. Harmoni antara sawah dan kandang bukan hanya sebuah pemandangan indah, tetapi sebuah model ekonomi yang cerdas, tangguh, dan berkelanjutan.
Dengan terus berinovasi, misalnya dengan mengembangkan branding "Beras Organik Kalialang" atau "Pupuk Kompos Super Kalialang", serta merealisasikan potensi agrowisatanya, Desa Kalialang berpeluang besar untuk naik kelas. Ia tidak hanya akan dikenal sebagai desa di tepian Serayu, tetapi juga sebagai mercusuar pertanian terpadu yang cahayanya dapat menjadi inspirasi bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia.